23.2.14

Tantangan Pendidikan dipersimpangan Zaman



            Sebuah sindiran yang menjadi momok sebagian mahasiswa di jogja yang mengatakan kepanjangan “WISUDA” adalah “wilujeng susah damelan”_” selamat mendapatkan kesukaran mencari kerja[1]. Istilah tersebut, tentunya bukanlah sekedar kata tanpa makna. Apabila kita melihat survei banyaknya pengangguran sebagaimana dilansir BPS diatas, bisa jadi sindiran tersebut akan benar-benar terjadi. Maka menjadi sebuah keniscayaan orientasi lembaga pendidikan bukan sekedar berorientasi pada ketercapaian peserta didik dalam menguasai berbagai teori keilmuan, namun juga harus menyiapkan mereka agar mampu menghadapi tantangan masa depannya.
            Apabila para penggiat pendidikan tidak mampu ataupun tidak peduli dengan tantangan tersebut, maka bukanlah hal yang mustahil ketika lulusan lembaga pendidikan (tingkat menengah maupun tingkat tinggi) yang cukup lama menganggur atau yang terpaksa menerima pekerjaan di bawah taraf pendidikan mereka (gejala under employment)[2]. Karena dunia kerja ataupun pasar kerja terus berubah dan berkembang dengan cepat.        
            Idealnya, pendidikan diharapkan mampu menyiapkan peserta didik yang mampu menghadapi kehidupan masyarakat masa depan. Karena keberhasilan pendidikan masa lalu belum tentu memiliki validitas untuk menyelesaikan problematika masa kini dan masa depan. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah saw.
عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ فَإِنّهُمْ سَيَعِيْشُ فِى زَمَانِهِمْ غَيْرَ زَمَانِكُمْ فَإِنَّهُمْ خَلَقَ لِزَمَانِهِمْ وَنحَنْ ُخَلَقْنَا لِزَمَانِنَا[3]
“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”
Terlebih di era masyarakat global sekarang ini, kita dihadapkan menjadi satu komunitas yang saling berpengaruh satu dengan lainnya. Sehingga, terdapat beberapa konsekuensi, diantaranya[4] :
a.    Persaingan antar negara dan organisasi dalam memperebutkan pasar (dalam berbagai aspeknya)
b.   Usaha untuk menghasilkan kinerja dan kualitas produk jasa menjadi semakin tinggi
c.    Tuntutan yang tinggi dari berbagai macam organisasi terhadap sumber daya manusia.
d.   Kemajuan teknologi informasi menjadi faktor utama perubahan  dan eksistensi suatu bangsa.
Setidaknya dua hal  yang harus disiapkan untuk menghadapi tantangan dari sebuah konsekuensi masyarakat global. Pertama, sistem pendidikan harus mampu memberdayakan masyarakat secara luas yang memiliki unggulan komparatif dan unggulan kompetitif dalam konteks global. Kedua, interpendensi kehidupan menuntut adanya saling mempercayai, toleransi dan kemampuan untuk hidup dalam berbagai bentuk pluralitas kehidupan[5].
Hemat penulis, keseimbangan antara kemampuan akademis dan profesional haruslah dicapai[6]. Karena di era cepatnya perubahan dinamika dunia kerja maupun sosial, yang mampu bertahan adalah mereka yang memiliki landasan akademis kokoh, karena tidak ada praktek yang baik tanpa menguasai teori yang benar dan baik.


[1] Mastuhu, Universitas di Tengah Kompetisi Global dalam Horizon Baru Pengembangan Pendidikan Islam ; Upaya Merespon Dinamika Masyarakat Global., Malang : UIN Press, 2004, hlm.93.
[2] Mochtar Bukhori, Pendidikan Antisipatoris, Yogyakarta : Kanisius, 2001, hlm.131.
[3] Dalam suatu  redaksi menyebutkan nash tersebut merupakan hadis marfu’ sedangkan dalam riwayat lain menyebutkan ini adalah nash yang disampaikan umar bin khottob. Pendapat yang kedua inilah yang banyak disepakati para ulama, wallahua’lam bishshowab. http://12rabiulawal570.blogspot.com/ diakses pada 20 Desember 2013, pukul 05.35 Wib.
[4] Mudjia Raharjo, UIN Malang di Tengah Perubahan Global, dalam Horizon Baru Pengembangan Pendidikan Islam ; Upaya Merespon Dinamika Masyarakat Global., Malang : UIN Press, 2004, hlm.136.
[5] Ibid., hlm.137
[6] Menurut Muchtar bukhori, perguruan tinggi di Indonesia di bagi menjadi dua jenis. Pertama, jalur studi akademis matematika, bahasa, sejarah, fisika, kimia, biologi, geologi, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi dan jalur-jalur studi lain yang bersifat akademis. Kedua, jalur studi profesi seperti kedokteran, pertanian, teknologi, keguruan, ilmu pemerintahan, administrasi negara, akutansi, peternakan dan jalur-jalur studi lain yang bersifat profesional. Mahasiswa yang memasuki jurusan-jurusan akademis belajar untuk menguasai suatu bidang pengetahuan sedangkan mereka yang memasuki jurusan profesional belajar untuk menguasai suatu profesi suatu bidang pekerjaan. Mochtar Bukhori, Pendidikan Antisipatoris, hlm.132-133.