Sebuah
sindiran yang menjadi momok sebagian mahasiswa di jogja yang mengatakan
kepanjangan “WISUDA” adalah “wilujeng susah damelan”_” selamat
mendapatkan kesukaran mencari kerja[1].
Istilah tersebut, tentunya bukanlah sekedar kata tanpa makna. Apabila kita
melihat survei banyaknya pengangguran sebagaimana dilansir BPS diatas, bisa
jadi sindiran tersebut akan benar-benar terjadi. Maka menjadi sebuah
keniscayaan orientasi lembaga pendidikan bukan sekedar berorientasi pada
ketercapaian peserta didik dalam menguasai berbagai teori keilmuan, namun juga
harus menyiapkan mereka agar mampu menghadapi tantangan masa depannya.
Apabila
para penggiat pendidikan tidak mampu ataupun tidak peduli dengan tantangan
tersebut, maka bukanlah hal yang mustahil ketika lulusan lembaga pendidikan
(tingkat menengah maupun tingkat tinggi) yang cukup lama menganggur atau yang
terpaksa menerima pekerjaan di bawah taraf pendidikan mereka (gejala under
employment)[2].
Karena dunia kerja ataupun pasar kerja terus berubah dan berkembang dengan
cepat.
Idealnya, pendidikan diharapkan mampu menyiapkan peserta
didik yang mampu menghadapi kehidupan masyarakat masa depan. Karena
keberhasilan pendidikan masa lalu belum tentu memiliki validitas untuk menyelesaikan problematika masa
kini dan masa depan. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah saw.
عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ فَإِنّهُمْ سَيَعِيْشُ فِى
زَمَانِهِمْ غَيْرَ زَمَانِكُمْ فَإِنَّهُمْ خَلَقَ لِزَمَانِهِمْ وَنحَنْ
ُخَلَقْنَا لِزَمَانِنَا[3]
“Ajarilah anak-anakmu
sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu.
Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan
untuk zaman kalian”
Terlebih di era masyarakat global sekarang
ini, kita dihadapkan menjadi satu komunitas yang saling berpengaruh satu dengan
lainnya. Sehingga, terdapat beberapa konsekuensi, diantaranya[4] :
a. Persaingan antar negara dan organisasi dalam memperebutkan pasar (dalam
berbagai aspeknya)
b. Usaha untuk menghasilkan kinerja dan kualitas produk jasa menjadi semakin
tinggi
c. Tuntutan yang tinggi dari berbagai macam organisasi terhadap sumber daya
manusia.
d. Kemajuan teknologi informasi menjadi faktor utama perubahan dan eksistensi suatu bangsa.
Setidaknya dua hal yang harus disiapkan untuk menghadapi
tantangan dari sebuah konsekuensi masyarakat global. Pertama, sistem pendidikan
harus mampu memberdayakan masyarakat secara luas yang memiliki unggulan
komparatif dan unggulan kompetitif dalam konteks global. Kedua, interpendensi
kehidupan menuntut adanya saling mempercayai, toleransi dan kemampuan untuk
hidup dalam berbagai bentuk pluralitas kehidupan[5].
Hemat penulis, keseimbangan antara
kemampuan akademis dan profesional haruslah dicapai[6]. Karena
di era cepatnya perubahan dinamika dunia kerja maupun sosial, yang mampu bertahan
adalah mereka yang memiliki landasan akademis kokoh, karena tidak ada praktek
yang baik tanpa menguasai teori yang benar dan baik.
[1] Mastuhu, Universitas
di Tengah Kompetisi Global dalam Horizon Baru Pengembangan Pendidikan
Islam ; Upaya Merespon Dinamika Masyarakat Global., Malang : UIN Press,
2004, hlm.93.
[3] Dalam
suatu redaksi menyebutkan nash tersebut
merupakan hadis marfu’ sedangkan dalam riwayat lain menyebutkan ini adalah nash
yang disampaikan umar bin khottob. Pendapat yang kedua inilah yang banyak
disepakati para ulama, wallahua’lam bishshowab. http://12rabiulawal570.blogspot.com/ diakses pada 20 Desember 2013,
pukul 05.35 Wib.
[4] Mudjia
Raharjo, UIN Malang di Tengah Perubahan Global, dalam Horizon Baru
Pengembangan Pendidikan Islam ; Upaya Merespon Dinamika Masyarakat Global.,
Malang : UIN Press, 2004, hlm.136.
[6] Menurut
Muchtar bukhori, perguruan tinggi di Indonesia di bagi menjadi dua jenis. Pertama,
jalur studi akademis matematika, bahasa, sejarah, fisika, kimia, biologi,
geologi, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi dan jalur-jalur studi lain
yang bersifat akademis. Kedua, jalur studi profesi seperti kedokteran,
pertanian, teknologi, keguruan, ilmu pemerintahan, administrasi negara,
akutansi, peternakan dan jalur-jalur studi lain yang bersifat profesional.
Mahasiswa yang memasuki jurusan-jurusan akademis belajar untuk menguasai suatu
bidang pengetahuan sedangkan mereka yang memasuki jurusan profesional belajar
untuk menguasai suatu profesi suatu bidang pekerjaan. Mochtar Bukhori, Pendidikan
Antisipatoris, hlm.132-133.