Pendidikan dalam perspektif Islam
Pendidikan merupakan
salah satu kunci keberhasilan umat muslim di dunia dan di akhirat. Manusia
diciptakan di bumi untuk beribadah kepada Allah (Adz Dzariyaat: 56) dan menjadi
khalifah di bumi. Untuk menjalankan tugas tersebut, manusia memerlukan ilmu di
samping iman yang dapat diperoleh melalui pendidikan.
Pada masa Rasulullah
Saw., pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menuju umat terbaik.
Pendidikan akan mengantarkan manusia menuju ilmu yang dapat menghilangkan
kebodohan dan penghalang menuju cahaya Islam.
Selain itu Allah juga
menjanjikan derajat yang lebih tinggi bagi orang yang beriman dan berilmu.
Sebagaimana firman Alloh Swt.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ
آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“… Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Mujaadilah :
11).
Dalam ayat tersebut
jelas bahwa iman saja tidak cukup, namun diperlukan ilmu yang dapat mendukung
manusia menuju ketakwaan dalam ibadah kepada Allah Swt.
Tujuan pendidikan yaitu
untuk membentuk nilai diri manusia sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai
kepribadian, moralitas, dan ketrampilan.
Dengan pendidikan
diharapkan tercapai adanya penyampaian nilai dan ilmu sehingga tercipta
keseimbangan ilmu dan amal yaitu manusia tidak hanya cerdas tapi juga bagus
akhlaknya. Terdapat hubungan antara misi Islam dengan tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan tidak akan tercapai tanpa misi islam. Islam merupakan agama yang
sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya sangat
solutif terhadap permasalahan pendidikan.
Pendidikan Islam
mencakup totalitas tiga aspek kehidupan yaitu ruhiyah (ruh), fikriyah (pemahaman,otak), dan amaliyah
(amal, jasad) yang dilaksanakan secara bertahap di seluruh bidang kehidupan.
Pendidikan Islam bersumber dari Al Qur’an sebagai pedoman manusia untuk
menyelamatkan dirinya di dunia maupun akhirat.
Seluruh ajaran Islam
sangat konkret, bukan sekedar konsep, dan jelas mana yang haq dan yang batil
sehingga dapat memecahkan masalah-masalah secara konkret. Dalam Qur’an Surat Al
Jumuah ayat 2, Allah berfirman,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (
الجمعة : 2 )
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang ummiy seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”(Q.S.Al-Jum’ah: 2)
Pendidikan merupakan salah satu tolok
ukur kebaikan seseorang, baik terhadap dirinya, pergaulannya dengan keluarga,
masyarakat maupun dalam tataran dunia.
Akan tetapi seringkali orang kurang
tepat dalam memaknai pendidikan itu sendiri. Misalnya, ada sebagian orang yang
mendefinisikan pendidikan adalah di bangku sekolah, memperoleh gelar, dan lain
sebagainya. Hal ini tiada lain disebabkan karena orang tidak mau menghayati
akan pengertian hakiki pendidikan.
Pendidikan dalam kamus
besar bahasa Indonesia adalah ”proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik”[i].
Para pakar pendidikan Islam berbeda
dalam mendefinisikan pendidikan. Namun, secara umum 3 istilah yang digunakan
untuk mengistilahkan pendidikan[ii],
yaitu :
1.
Ta’lim ( تعليم )
2.
Ta’dib ( تأديب )
3.
Tarbiyah ( تربية )
Pertama, berasal dari istilah Ta’lim ( تعليم ) berasal dari
kata عَلَّمَ – يُعَـِلِّمُ - تَعْلِيْمًا “allama – yuallimu – ta’liman sebagaimana firman Allah ;
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
“ Dia yang mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahui “ (Q.S. al-Alaq : 5)
‘aallama berarti mengajar. Jadi, lebih bersifat
pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan.
At-Ta’lim adalah proses transfer ilmu pengetahuan yang
menghasilkan pemahaman yang baik sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan
sikap positif dalam kehidupan sehari-hari[iii].
Sifat dan sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas, percaya diri, kepatuhan,
pengorbanan, dan keteguhan.
Kedua, berasal dari istilah Ta’dib ( تأديب )berasal dari kata adaba ya’dubu yang
berarti melatih, mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik dan sopan
santun.
Secara terminologi Ta’dib
merupakan usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa sehingga
mendorong dan memotivasi setiap individu untuk berperilaku dan berperadaban
yang baik sesuai yang diharapkan.[iv]
Menurut M. Jindar Wahyudi konsep Ta’dib
adalah konsep yang paling tepat sebagai padanan pendidikan Islam[v],
karena struktur ta’dib sudah mencakup unsur ilmu, instruksi (ta’lim) dan
pembinaan yang baik. Hal ini berbeda dengan pendapat Abdurrahman
Nahlawy yang memilih tarbiyah daripada ta’dib.
Ketiga, pendidikan berasal dari padanan
bahasa arab التربية ”tarbiyah”. Abdurrahman
Nahlawy menyebutkan[vi] bahwasannya kata ”tarbiyah” secara
etimologi berasal dari tiga asal kata, Yaitu ربا rabaa يربو yarbuu yang berarti bertambah dan
berkembang, kedua
dari kata ربي يربي rabiya yarbiy yang berarti tumbuh. Dan
yang ketiga رب يربي rabba- yurabbi yang berarti memperbaiki atau
membenahi.
Manusia perlu
di bantu agar ia berhasil menjadi manusia[vii].
Heri jauhari
menyebutkan bahwasannya pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk
mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta serta memiliki
potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya[viii].
Menurut Hasan
al-Banna –sebagaimana dikutip A. Susanto- konsep pendidikan islam meliputi tiga
sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal dan hati sebagai tiga unsur
pokok yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan kebudayaan Islam[ix].
Hamka
berpendapat pendidikan terbagi menjadi dua. pertama, pendidikan jasmani,
yaitu pendidikan untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta kekuatan jiwa
dan akal. kedua, pendidikan ruhani, yaitu pendidikan untuk kesempurnaan
fitrah manusia dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan agama,
kedua unsur tersebut memiliki kecendrungan untuk berkembang. Hal ini
sebagaimana disadur oleh A.Susanto dalam Pemikiran pendidikan Islam[x].
Deskripsi tentang memaknai pendidikan
sebagaimana tersebut diatas, mengingatkan kepada kita, bahwasannya pendidikan
bukan hanya saja sekedar transfer keilmuan. namun lebih dari pada itu,
pendidikan seharusnya mampu mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang
unggul sesuai dengan fitrahnya. Pribadi yang selalu mengembangkan dirinya untuk
menghadapi tantangan kehidupan sekarang dan akan datang. Pendidikan berfokus
pada pengembangan fisik, akal / kecerdasan maupun kepribadian.
Inilah yang menjadikan pendidikan (dalam
perspektif Islam) lebih jauh memandang kehidupan. Selain menyiapkan pribadi
unggul yang siap menjadi kholifah –pemimpin dunia- juga pribadi yang
berorientasi pada kesuksesan dunia hingga ukhrowy.
Oleh karena itu, sebuah keniscayaan
pendidikan agama Islam membutuhkan metode khusus yang relevan dengan situasi
dan kondisi peserta didik dan sarana pendukung pembelajaran lainnya guna
suksesi orientasi pendidikan Islam (duniawi dan ukhrowy). Metode tersebut untuk
selanjutkan diistilahkan dengan metode khusus pendidikan agama Islam (MKPAI).
Metode Khusus PAI (MKPAI)
Secara etimologi metode
berasal dari bahasa Yunani ”methodos”
dan dalam bahasa Inggris ditulis dengan ”method”.
Secara terminologi metode diartikan sebagai tata cara untuk melakukan sesuatu[xi],
lebih dari itu metode didefinisikan sebagai cara
kerja atau cara yang teratur dan sistematis untuk
melaksanakan sesuatu[xii].
Pengertian tersebut dapat digunakan pada berbagai
objek termasuk pendidikan.
Metode pembelajaran
didefinisikan sebagai jalan atau cara yang dilalui untuk memberi kefahaman
kepada peserta didik[xiii]
sehingga pengajaran itu menjadi berkesan[xiv].
Metode pembelajaran
terdiri atas lima unsur. pertama, metode pembelajaran adalah proses
memberi kefahaman (transfer of knowledge) dan merubah tingkah laku peserta
didik. kedua, metode pembelajaran berusaha membantu peserta didik memperoleh
ketrampilan, kebiasaan, sikap dan minat yang diinginkan. ketiga, tujuan
asasi pembelajaran adalah perubahan tingkah laku (akhlaq / etika) yang lebih
baik. keempat, terarah dan beraneka cara pembelajarannya. kelima,
bersifat dinamis dan bertanggungjawab[xv].
Menurut hemat penulis,
metode khusus PAI merupakan cara kerja
yang teratur dan sistematis serta memikirkan semua faktor-faktor yang ada untuk
mencapai tujuan pendidikan agama islam atau untuk menyampaikan materi-materi
pendidikan agama islam secara efektif dan efisien tanpa melampaui
batasan-batasan syariat Islam.
Dengan adanya metode khusus PAI diharapkan tercapainya
efisiensi didalam proses belajar mengajar PAI.
Efisiensi di sini dimaksudkan suatu prinsip didalam pendidikan dan pengajaran
dimana diharapkan hanya terdapat pengorbanan yang sedikit mungkin, tetapi dapat
mencapai hasil yang seoptimal mungkin. Pengorbanan yang
dimaksud meliputi faktor tenaga, waktu, alat dan biayanya.
Karakteristik metode khusus dalam PAI
dirumuskan oleh Asy-Syaibaniy dalam 6 hal[xvi],
yaitu :
a. Berpadunya metode dan cara dari segi tujuan
dan alat dengan jiwa, ajaran dan akhlaq Islam yang mulia.
b.Bersifat
dinamis dan menerima perubahan maupun penyesuaian sesuai dengan keadaan dan
suasana serta kepribadian (sifat, psikis) peserta didik.
c. Keterpaduan antara teori (mata pelajaran)
dengan praktek.
d.Menghindari
meringkaskan pelajaran, karena akan berdampak terhadap kemalasan maupun
ketergantungan peserta didik.
e. Menekankan kebebasan peserta didik berdiskusi,
berdebat dan berdialog dalam batas kesopanan dan hormat-menghormati.
f. Selain menghormati hak dan kebebasan peserta
didik, juga harus mengangkat derajat guru dan memposisikannya sebagai pimpinan
dan teladan dalam pemikiran serta spiritual.
Adapun tujuan yang hendak di capai
dalam metode khusus PAI sebagai berikut :
a. Membantu mengembangkan pengetahuan,
pengalaman, ketrampilan, sikap dan kemampuan berfikir ilmiah.
b.Membiasakan
peserta didik menghafal, memahami, mengamati, rajin, sabar dan teliti dalam
menuntut ilmu, berani berpendapat, bebas dan orisinil.
c. Memudahkan proses pembelajaran dan membuatnya
mencapai tujuan yang diinginkan dan menghemat waktu serta tenaga yang
diperlukan untuk mencapainya.
d.Menciptakan
suasana yang sesuai dengan keadaan pembelajaran dan membangun sikap saling
percaya dan menghormati antara guru dan peserta didik[xvii].
Prinsip
metode khusus PAI setidaknya sebagai berikut :
a. Menjaga motivasi peserta didik dan
kebutuhan, keinginan, minat dan minatnya pada proses pembelajaran.
b.Menjaga
tujuan peserta didik dan membantunya mengembangkan tujuan tersebut.
c. Memelihara kematangan yang di capai peserta
didik dan derajat kesediaannya untuk belajar.
d.Menjaga
perbedaan-perbedaan diantara peserta didik, kelebihan dan kekurangannya.
e. Seharusnya mempersiapkan peluang partisipasi
praktikal yang berulang untuk mencapai proses pembelajaran yang kondusif dan
efektif[xviii].
[i]
Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.263.
[ii] Syamsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam ; Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktek,(Jakarta :
Ciputat Press), 2002, halmn. 25.
[iii] A.Susanto, Pemikiran
Pendidikan Islam, cet.1 (Jakarta : Amzah, 2009) halm.65
[iv] M. Jindar Wahyudi, Nalar
Pendidikan Qur’ani, (Yogyakarta : Aperion Philotes, 2006), halm. 55
[v] Ibid., halm.56
[vi] Abdurrahman Nahlawy, Usul Tarbiyah wa Asaalibiha fi Bait wal
Madrasah walMujtama, (Beirut : Darul Fikri, 1979 M), halmn.12.
[vii] Lihat ; Hamid Reza Alavi, Nearness
to God : a Prespective in Islamic Education, Shahid Bahonar University, Kerman
Iran, vol. 103, No.1 Januari-februari 2008, halmn.6
[viii] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung: PT.Remaja
Rosda Karya, 2003), halmn..14
[ix] A. Susanto, Pemikiran Pendidikan
Islam, halm.65.
[x] Ibid., halmn.107
[xi] Saliman & Sudarsono. Kamus Pendidikan,
Pendidikan dan Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).
[xii] Dahlan al-Barri & M. Pius A. Partanto. Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya : Arkola, 1994).
[xiii]Moh. Athiyah Al-Abrasiy, Ruh At-tarbiyah
wat Ta’lim, (Mesir : Isa al-Baby Al-Halby & Co. ), h.267
[xiv] Edgar Bruce Wesley, Teaching Social Studies in High Schools, Boston,
USA, 1950, 421-427.
[xv] Omar Muhammad At-Toumiy Al-Syaibaniy, falsafah Pendidikan Islam, terj.Hasan
Langgulung (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), h.552-553
[xvi] Ibid., h.583-584
[xvii] Ibid., h.585
[xviii] Ibid., h.595-604.