23.2.14

Metode Khusus PAI


Pendidikan dalam perspektif Islam
Pendidikan merupakan salah satu kunci keberhasilan umat muslim di dunia dan di akhirat. Manusia diciptakan di bumi untuk beribadah kepada Allah (Adz Dzariyaat: 56) dan menjadi khalifah di bumi. Untuk menjalankan tugas tersebut, manusia memerlukan ilmu di samping iman yang dapat diperoleh melalui pendidikan.

Pada masa Rasulullah Saw., pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menuju umat terbaik. Pendidikan akan mengantarkan manusia menuju ilmu yang dapat menghilangkan kebodohan dan penghalang menuju cahaya Islam.

Selain itu Allah juga menjanjikan derajat yang lebih tinggi bagi orang yang beriman dan berilmu. Sebagaimana firman Alloh Swt.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Mujaadilah : 11).

Dalam ayat tersebut jelas bahwa iman saja tidak cukup, namun diperlukan ilmu yang dapat mendukung manusia menuju ketakwaan dalam ibadah kepada Allah Swt.

Tujuan pendidikan yaitu untuk membentuk nilai diri manusia sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kepribadian, moralitas, dan ketrampilan.
Dengan pendidikan diharapkan tercapai adanya penyampaian nilai dan ilmu sehingga tercipta keseimbangan ilmu dan amal yaitu manusia tidak hanya cerdas tapi juga bagus akhlaknya. Terdapat hubungan antara misi Islam dengan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tidak akan tercapai tanpa misi islam. Islam merupakan agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya sangat solutif terhadap permasalahan pendidikan.

Pendidikan Islam mencakup totalitas tiga aspek kehidupan yaitu ruhiyah (ruh),  fikriyah (pemahaman,otak), dan amaliyah (amal, jasad) yang dilaksanakan secara bertahap di seluruh bidang kehidupan. Pendidikan Islam bersumber dari Al Qur’an sebagai pedoman manusia untuk menyelamatkan dirinya di dunia maupun akhirat.

Seluruh ajaran Islam sangat konkret, bukan sekedar konsep, dan jelas mana yang haq dan yang batil sehingga dapat memecahkan masalah-masalah secara konkret. Dalam Qur’an Surat Al Jumuah ayat 2, Allah berfirman,

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ ( الجمعة : 2 )
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang ummiy seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”(Q.S.Al-Jum’ah: 2)

Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kebaikan seseorang, baik terhadap dirinya, pergaulannya dengan keluarga, masyarakat maupun dalam tataran dunia.
Akan tetapi seringkali orang kurang tepat dalam memaknai pendidikan itu sendiri. Misalnya, ada sebagian orang yang mendefinisikan pendidikan adalah di bangku sekolah, memperoleh gelar, dan lain sebagainya. Hal ini tiada lain disebabkan karena orang tidak mau menghayati akan pengertian hakiki pendidikan.
Pendidikan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah ”proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik”[i].
Para pakar pendidikan Islam berbeda dalam mendefinisikan pendidikan. Namun, secara umum 3 istilah yang digunakan untuk mengistilahkan pendidikan[ii], yaitu :
1.      Ta’lim    ( تعليم )
2.      Ta’dib  ( تأديب )
3.      Tarbiyah ( تربية ) 

Pertama, berasal dari istilah Ta’lim ( تعليم ) berasal dari kata عَلَّمَيُعَـِلِّمُ - تَعْلِيْمًا   “allama – yuallimu – ta’liman sebagaimana firman Allah ;
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
“ Dia yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui “ (Q.S. al-Alaq : 5)
‘aallama berarti mengajar. Jadi, lebih bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan.
At-Ta’lim adalah proses transfer ilmu pengetahuan yang menghasilkan pemahaman yang baik sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap positif dalam kehidupan sehari-hari[iii]. Sifat dan sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas, percaya diri, kepatuhan, pengorbanan, dan keteguhan.
Kedua, berasal dari istilah Ta’dib  ( تأديب )berasal dari kata adaba ya’dubu yang berarti melatih, mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik dan sopan santun.
Secara terminologi Ta’dib merupakan usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa sehingga mendorong dan memotivasi setiap individu untuk berperilaku dan berperadaban yang baik sesuai yang diharapkan.[iv]
Menurut M. Jindar Wahyudi konsep Ta’dib adalah konsep yang paling tepat sebagai padanan pendidikan Islam[v], karena struktur ta’dib sudah mencakup unsur ilmu, instruksi (ta’lim) dan pembinaan yang baik. Hal ini berbeda dengan pendapat Abdurrahman Nahlawy yang memilih tarbiyah daripada ta’dib.
Ketiga, pendidikan berasal dari padanan bahasa arab التربية tarbiyah”. Abdurrahman Nahlawy menyebutkan[vi] bahwasannya kata ”tarbiyah” secara etimologi berasal dari tiga asal kata, Yaitu ربا  rabaa يربو  yarbuu yang berarti bertambah dan berkembang, kedua dari kata ربي يربي  rabiya yarbiy  yang berarti tumbuh. Dan yang ketiga رب يربي rabba- yurabbi yang berarti memperbaiki atau membenahi.
Manusia perlu di bantu agar ia berhasil menjadi manusia[vii].
Heri jauhari menyebutkan bahwasannya pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya[viii].
Menurut Hasan al-Banna –sebagaimana dikutip A. Susanto- konsep pendidikan islam meliputi tiga sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal dan hati sebagai tiga unsur pokok yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan kebudayaan Islam[ix].
Hamka berpendapat pendidikan terbagi menjadi dua. pertama, pendidikan jasmani, yaitu pendidikan untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta kekuatan jiwa dan akal. kedua, pendidikan ruhani, yaitu pendidikan untuk kesempurnaan fitrah manusia dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan agama, kedua unsur tersebut memiliki kecendrungan untuk berkembang. Hal ini sebagaimana disadur oleh A.Susanto dalam Pemikiran pendidikan Islam[x].
Deskripsi tentang memaknai pendidikan sebagaimana tersebut diatas, mengingatkan kepada kita, bahwasannya pendidikan bukan hanya saja sekedar transfer keilmuan. namun lebih dari pada itu, pendidikan seharusnya mampu mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang unggul sesuai dengan fitrahnya. Pribadi yang selalu mengembangkan dirinya untuk menghadapi tantangan kehidupan sekarang dan akan datang. Pendidikan berfokus pada pengembangan fisik, akal / kecerdasan maupun kepribadian.
Inilah yang menjadikan pendidikan (dalam perspektif Islam) lebih jauh memandang kehidupan. Selain menyiapkan pribadi unggul yang siap menjadi kholifah –pemimpin dunia- juga pribadi yang berorientasi pada kesuksesan dunia hingga ukhrowy.
Oleh karena itu, sebuah keniscayaan pendidikan agama Islam membutuhkan metode khusus yang relevan dengan situasi dan kondisi peserta didik dan sarana pendukung pembelajaran lainnya guna suksesi orientasi pendidikan Islam (duniawi dan ukhrowy). Metode tersebut untuk selanjutkan diistilahkan dengan metode khusus pendidikan agama Islam (MKPAI).

Metode Khusus PAI (MKPAI)

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani ”methodos” dan dalam bahasa Inggris ditulis dengan ”method”. Secara terminologi metode diartikan sebagai tata cara untuk melakukan sesuatu[xi], lebih dari itu metode didefinisikan sebagai cara kerja atau cara yang teratur dan sistematis untuk melaksanakan sesuatu[xii]. Pengertian tersebut dapat digunakan pada berbagai objek termasuk pendidikan.

Metode pembelajaran didefinisikan sebagai jalan atau cara yang dilalui untuk memberi kefahaman kepada peserta didik[xiii] sehingga pengajaran itu menjadi berkesan[xiv].

Metode pembelajaran terdiri atas lima unsur. pertama, metode pembelajaran adalah proses memberi kefahaman (transfer of knowledge) dan merubah tingkah laku peserta didik. kedua, metode pembelajaran berusaha membantu peserta didik memperoleh ketrampilan, kebiasaan, sikap dan minat yang diinginkan. ketiga, tujuan asasi pembelajaran adalah perubahan tingkah laku (akhlaq / etika) yang lebih baik. keempat, terarah dan beraneka cara pembelajarannya. kelima, bersifat dinamis dan bertanggungjawab[xv]. 

Menurut hemat penulis, metode khusus PAI merupakan cara kerja yang teratur dan sistematis serta memikirkan semua faktor-faktor yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam atau untuk menyampaikan materi-materi pendidikan agama islam secara efektif dan efisien tanpa melampaui batasan-batasan syariat Islam.
Dengan adanya metode khusus PAI diharapkan tercapainya efisiensi didalam proses belajar mengajar  PAI. Efisiensi di sini dimaksudkan suatu prinsip didalam pendidikan dan pengajaran dimana diharapkan hanya terdapat pengorbanan yang sedikit mungkin, tetapi dapat mencapai hasil yang seoptimal mungkin. Pengorbanan yang dimaksud meliputi faktor tenaga, waktu, alat dan biayanya.

Karakteristik metode khusus dalam PAI dirumuskan oleh Asy-Syaibaniy dalam 6 hal[xvi], yaitu :
a.  Berpadunya metode dan cara dari segi tujuan dan alat dengan jiwa, ajaran dan akhlaq Islam yang mulia.
b.Bersifat dinamis dan menerima perubahan maupun penyesuaian sesuai dengan keadaan dan suasana serta kepribadian (sifat, psikis) peserta didik.
c.   Keterpaduan antara teori (mata pelajaran) dengan praktek.
d.Menghindari meringkaskan pelajaran, karena akan berdampak terhadap kemalasan maupun ketergantungan peserta didik.
e.  Menekankan kebebasan peserta didik berdiskusi, berdebat dan berdialog dalam batas kesopanan dan hormat-menghormati.
f.   Selain menghormati hak dan kebebasan peserta didik, juga harus mengangkat derajat guru dan memposisikannya sebagai pimpinan dan teladan dalam pemikiran serta spiritual.
         Adapun tujuan yang hendak di capai dalam metode khusus PAI sebagai berikut :
a.  Membantu mengembangkan pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, sikap dan kemampuan berfikir ilmiah.
b.Membiasakan peserta didik menghafal, memahami, mengamati, rajin, sabar dan teliti dalam menuntut ilmu, berani berpendapat, bebas dan orisinil.
c.   Memudahkan proses pembelajaran dan membuatnya mencapai tujuan yang diinginkan dan menghemat waktu serta tenaga yang diperlukan untuk mencapainya.
d.Menciptakan suasana yang sesuai dengan keadaan pembelajaran dan membangun sikap saling percaya dan menghormati antara guru dan peserta didik[xvii].

Prinsip metode khusus PAI setidaknya sebagai berikut :
a.    Menjaga motivasi peserta didik dan kebutuhan, keinginan, minat dan minatnya pada proses pembelajaran.
b.Menjaga tujuan peserta didik dan membantunya mengembangkan tujuan tersebut.
c.    Memelihara kematangan yang di capai peserta didik dan derajat kesediaannya untuk belajar.
d.Menjaga perbedaan-perbedaan diantara peserta didik, kelebihan dan kekurangannya.
e.    Seharusnya mempersiapkan peluang partisipasi praktikal yang berulang untuk mencapai proses pembelajaran yang kondusif dan efektif[xviii].


[i] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.263.
[ii] Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam ; Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktek,(Jakarta : Ciputat Press), 2002, halmn. 25.
[iii] A.Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, cet.1 (Jakarta : Amzah, 2009) halm.65
[iv] M. Jindar Wahyudi, Nalar Pendidikan Qur’ani, (Yogyakarta : Aperion Philotes, 2006), halm. 55
[v] Ibid., halm.56
[vi] Abdurrahman Nahlawy, Usul Tarbiyah wa Asaalibiha fi Bait wal Madrasah walMujtama, (Beirut : Darul Fikri, 1979 M), halmn.12.  
[vii] Lihat ; Hamid Reza Alavi, Nearness to God : a Prespective in Islamic Education, Shahid Bahonar University, Kerman Iran, vol. 103, No.1 Januari-februari 2008, halmn.6
[viii] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2003), halmn..14
[ix] A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, halm.65.
[x] Ibid., halmn.107
[xi] Saliman & Sudarsono. Kamus Pendidikan, Pendidikan dan Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).
[xii] Dahlan al-Barri & M. Pius A. Partanto. Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya : Arkola, 1994).
[xiii]Moh. Athiyah Al-Abrasiy, Ruh At-tarbiyah wat Ta’lim, (Mesir : Isa al-Baby Al-Halby & Co. ), h.267
[xiv] Edgar Bruce Wesley, Teaching Social Studies in High Schools, Boston, USA, 1950, 421-427.
[xv] Omar Muhammad At-Toumiy Al-Syaibaniy, falsafah Pendidikan Islam, terj.Hasan Langgulung (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), h.552-553
[xvi] Ibid., h.583-584
[xvii] Ibid., h.585
[xviii] Ibid., h.595-604.